Berdasarkan hasil Sakernas Februari Tahun 2017, Sektor Pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia yaitu sebanyak 31,86 persen. Hal ini mencerminkan bahwa sektor pertanian masih menjadi tumpuan bagi penduduk Indonesia dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2016 sebesar 13,45 persen. Oleh karena itu dibutuhkan suatu indikator yang dapat mengukur kemampuan daya beli petani sebagai salah satu pelaku utama di sektor pertanian. Salah satu pendekatan untuk mengukur indikator daya beli petani di daerah perdesaan adalah Nilai Tukar Petani (NTP).
NTP merupakan perbandingan indeks harga komoditas pertanian yang diproduksi oleh petani terhadap indeks harga barang/jasa yang dibayar petani untuk keperluan konsumsi rumah tangga dan biaya produksi. Bahan dasar dalam penghitungan NTP adalah diagram timbang dan paket komoditas yang diperoleh dari hasil Survei Penyempurnaan Diagram Timbang (SPDT). Untuk mendapatkan diagram timbang yang sesuai dengan kondisi saat ini, BPS Provinsi Sulawesi Tengah menggelar pelatihan petugas survei penyempurnaan diagram timbang nilai tukar petani. Diselenggarakannya pelatihan ini bertujuan agar seluruh petugas lapangan dan pengolah data memiliki konsep, definisi, penjelasan dan pemahaman yang sama mengenai SPDT NTP 2017.
Pelatihan yang dilaksanakan di Hotel Jazz ini terbagi menjadi 2 gelombang. Gelombang pertama mulai tanggal 12-14 September 2017 dan gelombang kedua tanggal 16-18 September 2017. Peserta gelombang pertama berjumlah 97 orang, berasal dari Kabupaten Morowali 9 orang, Kabupaten Poso 14 orang, Kabupaten Donggala 18 orang, Kabupaten Toli-toli 16 orang, Kabupaten Parigi Moutong 18 orang, Kabupaten Tojo Una-una 11 orang, Kabupaten Morowali Utara 11 orang, dan peserta dari BPS Provinsi Sulawesi Tengah 4 orang.
Dalam sambutan Kepala BPS Provinsi Sulawesi Tengah, Bapak Faizal Anwar menyampaikan bahwa hasil pendataan SPDT NTP ini akan digunakan sebagai suatu paket komoditas dan nilai penimbang tahun dasar dalam penyusunan NTP selama 5 tahun ke depan. Sehingga diharapkan data yang dihasilkan menunjukkan nilai pengeluaran dan pendapatan yang sesuai dengan karakteristik rumah tangga dan subsektornya. Beliau menekankan agar petugas lapangan nantinya harus dapat menghasilkan data yang benar agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang tepat berdasarkan data dari BPS. (yani)